Jakarta — Dua nama besar kembali mengisi ruang publik, kali ini bukan karena manuver politik atau jabatan strategis, melainkan karena keputusan negara: Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong resmi masuk dalam daftar penerima pengampunan hukum dari Presiden Prabowo Subianto.
Hasto, politisi kawakan dan mantan Sekjen PDI Perjuangan, termasuk dalam 1.116 warga negara yang memperoleh amnesti. Sementara Tom Lembong, mantan Kepala BKPM dan eks Menteri Perdagangan, diberikan abolisi penghentian proses hukum terhadap dirinya.
Keduanya menjadi simbol dalam langkah rekonsiliasi nasional yang diumumkan secara resmi oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dalam konferensi pers di Gedung DPR, Kamis malam.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap permintaan Presiden Prabowo Subianto, termasuk amnesti untuk Saudara Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Saudara Tom Lembong,” ujar Dasco.
Keputusan ini bukan semata-mata soal hukum. Ini adalah sinyal politik yang kuat. Presiden Prabowo, yang kini memasuki tahun pertama masa kepemimpinannya, tampaknya ingin membuka era baru: era rekonsiliasi dan pemulihan, bukan balas dendam.
“Semangat Presiden sejak awal adalah merangkul, bukan memukul,” kata Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas.
Menurut Supratman, dari lebih dari 44.000 usulan amnesti yang diterima, hanya 1.116 yang lolos seleksi ketat. Dan Hasto adalah salah satunya.
Sementara Tom Lembong, meski tidak menjalani proses peradilan penuh, akhirnya dibebaskan dari beban hukum lewat abolisi, yang Dasco sebut sebagai bentuk pertimbangan negara terhadap “kasus yang tidak lagi relevan dalam konteks semangat kebangsaan.”
Dengan disetujuinya pertimbangan DPR RI, keputusan kini menunggu di meja Presiden. Dalam waktu dekat, Keputusan Presiden (Keppres) terkait amnesti dan abolisi akan diteken.
Bagi Hasto dan Tom, ini bukan sekadar pemulihan nama. Ini juga penanda bahwa dalam politik Indonesia, ruang untuk rekonsiliasi masih terbuka. Dan bagi bangsa ini, mungkin inilah momen langka ketika hukum, politik, dan kemanusiaan bertemu dalam satu keputusan.
Sumber : https://www.dpr.go.id/