JAKARTA — Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus yang terjadi di Pati, Jawa Tengah, menjadi pelajaran penting bahwa hubungan antara kepala daerah dan rakyat seharusnya tidak berjarak. Menurutnya, demonstrasi yang terjadi merupakan luapan aspirasi akibat saluran komunikasi formal yang tidak berfungsi optimal.
“Kasus di Pati ini adalah hikmah dan pelajaran bagi kita bersama untuk melihat bagaimana hubungan antara kepala daerah dengan rakyat, terutama itu sesungguhnya tidak boleh berjarak. Aksi-aksi demonstrasi merupakan cara rakyat menyuarakan pendapat ketika tidak bisa disampaikan melalui kanal institusi yang normal,” ujar Rifqi kepada Parlementaria, Kamis (14/8/2025).
Ia menjelaskan, situasi di Pati dapat dilihat dari sudut pandang kemandirian fiskal daerah. Menurutnya, mayoritas provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang rendah, sehingga bergantung pada transfer dana dari pusat melalui APBN.
Ketika APBN mengalami efisiensi dan refocusing untuk program strategis pemerintah, banyak daerah tidak siap, sehingga sejumlah kepala daerah berupaya meningkatkan PAD dengan menaikkan pajak daerah. Namun kebijakan tersebut menjadi tidak populer di tengah kondisi ekonomi daerah dan nasional yang sedang bergejolak.
“Pada akhirnya, pejabat publik dituntut untuk mampu menahan diri terkait hal-hal yang sangat sensitif terhadap rakyat,” tegas politisi Fraksi Partai NasDem itu.
Meski demikian, Rifqi menilai polemik di Pati tidak seharusnya berujung pada penggunaan hak menyatakan pendapat atau pemakzulan terhadap Bupati. Menurutnya, masih ada ruang perbaikan melalui mekanisme checks and balances antara eksekutif dan legislatif.
“Waktu satu tahun kurang terhadap jabatan Mas Sudewo sebagai Bupati Pati mestinya masih diberi kesempatan untuk memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik,” pungkasnya…denisjulvana
Sumber: Parlementaria DPR RI