“Rezeki itu bukan soal logika, tapi soal izin-Nya. Kadang tidak masuk akal, tapi masuk kantong.” — Kang Yai |
Pagi ini mari kita merenung sejenak: Mengapa seseorang yang kita anggap tidak seberapa usahanya bisa hidup berkecukupan, sementara yang kita lihat rajin bekerja masih harus bertahan dengan sisa-sisa?
Mengapa ada yang terlihat biasa-biasa saja, tapi hidupnya begitu lapang, sementara yang luar biasa justru terseok-seok?
Inilah anomali jalan rezeki. Sebuah kenyataan bahwa rezeki tidak selalu mengikuti logika dunia. Tidak semua yang cerdas menjadi kaya. Tidak semua yang rajin berhasil secepatnya. Karena sejatinya, rezeki bukan hanya hasil kerja, melainkan anugerah yang datang dari izin Allah.
Kang Yai, Pengasuh Pondok Pesantren Daaru-l-Mukhlishin, kerap menasihati para santrinya:
“Kadang kita terlalu sibuk menyusun strategi rezeki, tapi lupa menyusun adab hati. Padahal adab itu pintu yang mendahului sebab.”
Beliau juga pernah berpesan,
“Kalau kamu sibuk iri dengan rezeki orang lain, kamu tak sempat urus rezekimu sendiri. Fokus pada syukur dan ikhtiar. Maka rezeki akan datang tanpa kamu duga.”
Kita hidup di dunia yang kadang tidak adil dalam pandangan manusia, tapi selalu adil dalam kehendak Allah. Itulah mengapa Al-Qur’an memberi kita jawaban di saat logika tak lagi bisa menjelaskan. Dalam Surah At-Talaq ayat 2–3, Allah berfirman:
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا • وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
Jelas sudah bahwa jalan rezeki bukan sekadar kerja keras, tapi juga ketakwaan, adab, dan keridhaan. Kita mungkin bisa mengukur usaha, tapi kita tidak akan pernah bisa mengukur izin Allah.
Sebagian dari kita mungkin sedang berada di fase menunggu—menunggu hasil dari kerja keras, menunggu kepastian dari doa yang terus dilangitkan. Tapi ingat, Allah tidak pernah menunda tanpa sebab. Mungkin bukan rezekinya yang belum siap, tapi hati kitalah yang belum cukup lapang untuk menerimanya dengan bijak.
Kang Yai juga sering mengingatkan:
“Allah tidak menunda rezekimu, Dia sedang mendidikmu. Karena rezeki yang datang pada jiwa yang belum siap, justru bisa menjadi ujian yang tak kuat kau pikul.”
Maka, daripada terus sibuk membandingkan jalan hidup kita dengan orang lain, lebih baik kita sibuk memperbaiki arah dan niat. Karena ketika adab kita lurus, hati kita lembut, dan doa kita istiqamah—Allah sendiri yang akan membawa rezeki itu datang menghampiri.
Rezeki itu tidak selalu berupa uang. Kadang ia datang dalam bentuk kesehatan, ilmu, ketenangan, sahabat yang jujur, atau anak-anak yang salih. Semua itu adalah bagian dari rezeki, bahkan jauh lebih bernilai daripada materi.
Di waktu sahur seperti ini, mari kita merenung, bukan hanya dengan perut kosong, tapi dengan hati yang kembali kosong dari keluh kesah dunia. Inilah saatnya kita isi dengan niat yang benar, doa yang sungguh, dan syukur yang dalam.
Saur Kang Yai akan terus membersamai pagi-pagi kita, menyuguhkan hikmah, membagikan nasihat dari para masyayikh, dan menanamkan semangat hidup yang lebih bermakna. Jadikan setiap edisinya sebagai bahan renungan, karena yang disapa pagi ini bukan hanya pikiran, tapi juga hati..DJZ
**SaurKangYai adalah kumpulan ceramah KH. Yayat Hidayat ( Pengasuh Pontren Daarul mukhlishin)
4 comments
MasyaAllah… tulisannya dalam banget. Kadang kita lupa, kalau rezeki itu bukan soal logika, tapi soal adab dan ridha Allah. Terima kasih sudah mengingatkan
Semoga kita tetap yakin dengan rijki dari Allah dan selalu Istiqomah
Sarapan pagi dengan mutiara hikmah dari kang yai sangat menyentuh hati
Tulisan ini mengajak kita untuk merenungi bahwa rezeki tak selalu datang dari arah yang kita kira. Kadang Allah membukakan pintu dari sisi yang tidak pernah kita duga, asalkan kita tetap melangkah dengan ikhtiar dan tawakal. Terima kasih atas tulisannya, sangat menginspirasi dan menguatkan langkah di tengah ketidakpastian hidup.